Chat Here

Welcome to peoplewillfindtheway.blogspot.com... Feel free to explore and enjoy!

Hidup sukses dan bahagia by : Dr. K. Sri Dhammananda

Mengendalikan Kemarahan”
Orang yang marah membuka mulutnya dan menutup matanya.


Seorang janda kaya aristokrat, yang terkenal murah hati di mata masyarakat, memiliki seorang pembantu rumah tangga yang rajin dan setia. Suatu hari, didorong oleh rasa ingin tahu, pembantu ini memberanikan diri menguji majikannya. Ia ingin tahu adakah majikannya sungguh-sungguh baik hati, atau hanya sekadar berpura-pura di muka kalangan elite belaka. Esok hari, ia sengaja bangun siang. Maji­kan menegurnya. Hari berikut­nya, pembantu itu bangun terlambat lagi. Kali ini nyonya rumah memarahi dan memukulnya dengan tongkat. Kabar ini segera berhembus dari satu tetangga ke tetangga lain. Janda kaya kehilangan nama baiknya dan juga pembantunya yang setia.
Layaknya masyarakat masa sekarang, orang menjadi baik dan rendah hati jika keadaan di sekitar mereka baik dan memuaskan. Jika keadaan berubah menjadi tidak menyenangkan, mereka marah dan tersinggung. Ingat pepatah, “Tatkala yang lain baik, kita juga dapat menjadi baik. Tatkala yang lain tak bermoral, kita juga mudah menjadi tak bermoral.”
Kemarahan adalah emosi yang buruk dan merusak. Setiap orang dapat marah dalam satu atau lain bentuk di kehidupan sehari-hari. Kemarahan adalah emosi negatif yang bersembunyi di dalam diri kita, ia menunggu saat yang tepat untuk membakar dan menguasai kehidupan kita. Kemarahan bisa diumpamakan sebagai kilatan cahaya yang menyilaukan sesaat dan menyebabkan kita berperilaku tidak masuk akal. Kemarahan yang tidak terkendali dapat membawa kehancuran pada fisik maupun mental. Seperti emosi-emosi yang lain, kemarahan juga bisa dikendalikan.


Bahaya Yang Disebabkan oleh Kemarahan
Makhluk-makhluk tertentu tak bisa melihat pada siang hari, sementara yang lain buta pada malam hari. Orang yang memiliki kadar kebencian dan kegetiran hingga tingkat tertentu, tidak bisa melihat apa pun dengan jelas, baik pada pagi maupun malam hari. Ada ungkapan bahwa orang yang marah membuka mulut dan menutup matanya.
Dikatakan bahwa akibat kemarahan, orang yang marah meng­alihkan dirinya sendiri dengan merusak akal sehatnya. Seperti uang di bank yang berbunga, kemarahan di dalam pikiran juga akan memetik buahnya yang pahit.
Sebenamya dengan siapa atau apa kita ber­tempur pada saat marah? Kita bertempur dengan diri sendiri, yang menjadi musuh terjahat. Kita harus berusaha terus-menerus untuk mengikis bahaya laten di dalam pikiran ini, dengan cara memahami situasi dengan tepat.
Kemarahan tumbuh semakin berkobar jika disiram minyak emosi, terutama jika keserakahan berada di balik emosi itu. Di saat-saat kemarahan menguasai, manusia berhenti menjadi manusia: ia berubah menjadi binatang buas yang tidak hanya memiliki kecenderungan untuk merusak orang lain, tapi juga menghancurkan diri sendiri. Kemarahan bisa melenyapkan reputasi, pekerjaan, kawan, kekasih, kedamaian pikiran, kesehatan, bahkan diri sendiri.
Buddha menjelaskan kejinya kemarahan dan bersabda bahwa pada saat seorang diliputi kemarahan, tujuh hal menimpanya; tujuh hal yang cuma mengabulkan hasrat musuh-musuhnya dan membuat mereka bersenang hati. Apakah ketujuh hal itu?
1. Ia akan kelihatan buruk walaupun berpakaian dan bertata rias baik.
2. Ia akan terbujur kesakitan, walaupun ia tidur di atas kasur yang empuk dan hangat.
3. Ia akan melakukan perbuatan yang hanya akan membawa kerusakan dan penderitaan, karena menganggap yang baik sebagai yang buruk dan yang buruk sebagai yang baik, dan karena selalu gelisah dan tidak lagi memakai akal sehat.
4. la akan menghabiskan kekayaan yang diperolehnya dengan susah payah, bahkan melanggar hukum.
5. Ia akan kehilangan reputasi dan nama baik yang dicapai dengan ketekunan.
6. Teman-teman, famili, dan orang yang dikasihinya akan menghindari dan mengambil jarak darinya.
7. Setelah mati ia akan dilahirkan di alam yang tidak menyenangkan, karena orang yang dikuasai kemarahan melakukan perbuatan yang tercela yang hanya membawa akibat buruk melalui tubuh, ucapan, dan pikiran.
- Anguttara Nikaya -


Nasib buruk seperti di atas adalah yang di­harapkan oleh musuh seseorang. Dan semua itu ada­lah nasib sangat buruk yang akan menimpa orang yang dikuasai kemarahan.
*****
Mengatasi Kemarahan
Cara terbaik mengendalikan kema­rahan adalah dengan berlaku seolah-olah pikiran-­pikiran yang tidak diinginkan tidak muncul dalam pikiran. Dengan kekuatan tekad, kita pusatkan pikiran pada sesuatu yang bermanfaat dan dengan cara inilah emosi-emosi negatif dikalahkan. Tidak mudah bersikap damai pada orang yang menghina kita. Meskipun fisik tidak disakiti, ego terasa direndahkan, sehingga ada keinginan untuk menyerang balik. Sungguh tidak mudah membalas hinaan dengan rasa menghargai dan memaklumi. Namun ujian karakter seseorang justru dinilai dari sikap­nya dalam menghadapi situasi yang memojokkan dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil juga sudah dapat dilihat bahwa kita suka membalas dendam demi kepuasan diri sendiri.


Ia menghinaku, menyakitiku, mengalahkanku, merampokku. Dalam diri orang yang dipenuhi pikiran seperti itu, kebencian tak akan berakhir.
- Buddha -


Kegelapan tidak dapat diatasi dengan kegelapan, melainkan dengan terang. Demikian juga, kebencian tak dapat dikalahkan dengan kebencian, melainkan dengan cinta kasih.
Mengenai hal ini, Buddha mengibaratkan sebagai berikut: ”Ada orang yang diibaratkan laksana aksara terukir di atas batu; mereka cepat menyerah pada kemarahan dan menyimpan kemarahan itu di dalam hati untuk waktu lama. Ada juga orang seperti laksana goresan surat di atas pasir; mereka juga marah, namun kemarahan itu cepat berlalu. Orang yang laksana huruf yang ditulis di permukaan air; mereka tidak menyisakan goresan huruf yang datang. Tapi orang yang sem­purna laksana surat yang tertulis di angin; mereka tak mengacuhkan hal-hal menyakitkan dan yang berupa penghinaan; pikiran mereka senantiasa murni tak terusik.”
Bahkan jika kita merasa marah pada ketidak­adilan yang menimpa orang lain, kita tetap harus mengatasi kemarahan itu, karena kita tak mungkin dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat dalam keadaan pikiran yang ter­ganggu. Ketika kita sedang marah, hendaknya kita dapat menyadari keadaan itu. Pandanglah kemarahan itu sebagai satu keadaan mental, tanpa mengarahkannya pada obyek yang menyebabkan kemarahan itu timbul.
Kita harus belajar mengamati dan meneliti emosi-­emosi kita pada saat sedang marah. Dengan terus menerus mempraktikkan analisa diri terhadap gairah‑gairah yang timbul dalam pikiran, kita akan lebih percaya diri dalam mengendalikan diri sendiri dan tidak akan berlaku dungu dan tak masuk akal.


Nasihat Buddha:
Sungguh baik mengendalikan perbuatan;
sungguh baik mengendalikan ucapan;
sungguh baik mengendalikan pikiran;
sungguh baik terkendali dalam segalanya.
Orang suci yang terkendali dalam segalanya
Akan terbebas dari kesedihan.


Tidak semua orang menggunakan metode yang sama untuk mengatasi kemarahannya. . Salah satu cara yang efektif adalah dengan menerapkan metode ‘mengulur waktu’. Thomas Jefferson meringkas metode ini dalam kata-katanya. “Jika marah, hitung sampai sepuluh sebelum melepaskan kata-kata. Jika sangat marah, hitunglah sampai seratus.”
Salah satu resep untuk mengembangkan pengendalian watak yang lebih baik adalah dengan mengulang-ulang di dalam hati kata-kata di bawah ini setiap hari..


“Saya mampu mengendalikan kemarahan,
saya mampu mengatasi gangguan,
saya akan tetap sejuk dan tak akan terbakar,
saya akan kokoh seperti karang,
tak goyah oleh kemarahan,
saya berani dan penuh dengan harapan.”


Dengan mengulangi kalimat-kalimat itu, kita bisa menguatkan pikiran dengan meraih kepercayaan diri dan ketenangan pikiran. Pada saat menghadapi perbuatan tidak benar yang dilakukan orang lain, kita juga bisa mengingat kata-kata Buddha.
“Jika orang dengan kedunguannya berbuat salah terhadapku, aku akan membalas dengan perlindungan tirai kasihku yang tak terbatas; semakin ia berbuat jahat, se­makin baik yang harus kuberikan; harum kebajikan akan datang padaku, dan ia hanya akan menuai karma buruk.
Orang bertemperamen jahat berusaha melukai orang bajik, seperti orang yang meludah ke langit; ludah tak pernah mengotori langit. Bahkan wajah sendiri yang terkena percikan itu. Orang penfitnah laksana orang yang menebar debu melawan angin. Debu akan berbalik menimpah kepada orang yang menebarkannya. Orang bijak tak bisa dilukai; kesengsaraan akan berbalik kepada orang yang suka men­fitnah.”


*****
Disadur dari buku Best Seller Karaniya “Hidup Sukses dan Bahagia”,
karya. Dr. K. Sri Dhammananda,
Penerbit: Yayasan Karaniya
Hub: 021-5687929 atau 081-315-315- 699
email: karaniya@cbn. net.id
online order: www.karaniya. com


0 comments:

Post a Comment