Sebuah perkataan kasar belum tentu mengandung itikad kurang baik. Bisa
saja di dalamnya mengandung kritik yang tulus. Tetapi demikian juga,
kata-kata yang halus belum tentu berarti munafik, bila kita
menganggapnya demikian, barangkali itu merupakan penafsiran ego kita
belaka.
Tapi kata-kata yang kasar seringkali menyinggung perasaan seseorang
sehingga sering mengakibatkan usul/pendapatnya prematur ditolak.
Dengan kata-kata yg lebih pantas dan dasar saling menghargai maka
hubungan komunikasi yang baik akan lebih mudah untuk dibina. Oleh
karena itu, tetaplah berpegang pada kesantunan dan etika. Tetapi
pengamatan ke dalam batin kita sendirilah hakimnya: apakah yang kita
lontarkan dalam kata-kata manis itu adalah benar2 karena care ataukah
sekedar akal-akalan ego untuk suatu sikap defensif-agresif (ie: pura2
mengalah padahal menggigit).
Semua itu tergantung dari keahlian kita mengamati batin kita sendiri
dengan kebijaksanaan.
Dalam memandang dan bersikap terhadap dunia, seringkali yang terjadi
adalah WYSIWYG : What you see is what you get.
Suatu pendapat yang baik bisa dipandang buruk kala seseorang sudah
tidak suka dengan pihak yang menulisnya. Sesuatu tulisan yang tidak
pantas bisa dipandang sebagai suatu keadilan bagi orang yang simpati
pada pihak yang menyerang.
Dharma itu akan terlihat bila kita bisa melihat diri kita sendiri.
Suatu sampah bisa menjadi pupuk yg berguna bila kita tau cara mengolahnya.
Suatu obat akan menjadi racun bila kita berlebihan meminumnya.
Kala 'kasar' dan 'santun' berbantahan,
adakah ego di dalamnya?
Kadangkala kita menggunakan pembenaran diri dengan 'kasar',
tapi disaat lain kita pun menggunakan yang 'halus',
semata bukan karena kebenaran 'kasar' atau 'halus',
tapi semata demi ego-defence, agar diri terlihat mulia.
Disini sudah tidak ada lagi ketulusan,
apalagi saling berbagi,
tapi yg ada hanyalah diri pribadi sendiri,
tapi seringkali kita tidak melihatnya.
Suatu kata-kata berguna atau tidak,
kadangkala bukan sekedar dari banyaknya isinya,
akan tetapi dari cara pandang kita sendiri masing2 pribadi.
Tapi seringkali kita mengingkari manfaat itu,
karena ego menginginkan nama kita dipermuliakan.
Disinilah letak ketidak tulusan.
Mengapa?
Karena pikiran dan perasaan bermain,
bukan lagi melihat apa adanya,
tapi semua itu sudah diterjemahkan dalam konteks 'keakuan'.
Usaha pertama yang harusnya kita lakukan
adalah menjaga jarak / melepas (detachment) untuk mengheningkan pikiran.
Kala emosi sudah tidak berperan lagi,
barulah diri kita menjadi lebih obyektif.
Kala kita mengambil jarak,
maka kita melepaskan diri dari kekaguman ataupun kejengkelan.
Disitu kata-kata akan memunculkan kandungan maknanya.
Di saat itulah kita bisa melihat dengan lebih jelas kandungan bawah
sadar, motivasi dan pity-interest kita : apa sebenarnya niat kita?
Betulkah demi kebajikan orang lain, ataukah demi memuliakan pribadi
kita sendiri??
Dengan ketenangan kita mendapatkan insight (melihat yg di dalam),
dengan insight pada selanjutnya akan meningkatkan ketenangan kita,
barulah dari situ sikap berimbang akan muncul,
kejujuran dan ketulusanlah yang akan mewarnai kata-kata.
Jadi, 'kasar' atau 'halus' adalah penampilan luar belaka,
gejolak gelombang yg besar itu ada di bawah permukaan samudera
kesadaran kita masing2.
Kata-kata (2)
Sebuah perkataan barangkali menusuk dan menghakimi diri kita,
kita merasa adanya ketidakadilan.
Tapi bukan masalah apakah penghakiman itu benar atau salah,
bisa saja kita menafikkannya.
Tetapi kita tidak bisa membohongi diri kita sendiri.
Diri kita sejujurnya tahu motivasi asli kita.
Dan oleh karena itu kita merasa malu.
Karena rasa malu itulah kita bereaksi menutupi diri.
Kala hal itu terjadi maka sekedar permainan kata-kata,
tetapi tidak ada kejujuran dan ketulusan.
Sesuatu yang tanpa ketulusan hanyalah sandiwara belaka,
sekedar pertunjukan yang ditonton orang banyak.
Tapi hal itu akan menjadi atraksi yang memalukan,
karena sudah menurunkan derajat kita sebagai praktisi noble Dharma
menjadi sekedar pemain sirkus atraksi jungkir balik kata-kata,
demi sesuap nafkah pemuas ego kita.
Seharusnya,
manakala 'saya' merasa dihina dan diinjak,
itulah latihan Dharma yang sesungguhnya.
Dikala itulah saat yang tepat untuk berdiam diri.
Kala tidak tahu amuk gejolak perasaan yang tak menentu dalam diri,
adalah lebih baik diam.
Manakalah badai itu telah berlalu,
barulah kita melanjutkan berlayar.
Tapi ada kalanya kita perlu melanjutkan berlayar walaupun badai sedang
berkecamuk,
yaitu manakala ada mahluk lain yang perlu kita selamatkan.
Artinya, apa yg kita katakan hendaknyalah bukan sekedar reaksi defensi
ego,
melainkan bisa memberi manfaat atau pengajaran kepada orang lain.
Tidak masalah apakah diri kita harus tewas dalam mengarungi badai itu.
Orang lain mungkin salah menilai,
tapi setidaknya kita telah jujur pada diri kita sendiri
untuk senantiasa mempraktekkan welas asih bagi semua mahluk.
Kata-kata (3)
Dalam sebuah uraian yang salah, terkadang ada suatu motivasi yang tulus.
Hargailah niatan baik tersebut.
Dalam sebuah uraian yang benar, terkadang ada suatu motivasi yang
kurang pantas.
Hargailah kebenaran uraian tersebut.
Dalam sebuah uraian yang salah dan motivasi yang tak tulus, terkandung
suatu kejujuran.
Hargailah keblak-blakan itu.
Kita semua adalah orang biasa,
yang masih memiliki ego yang besar.
Kita semua ingin dihargai.
Oleh karena itu hargailah juga orang lain sama seperti diri kita ingin
dihargai.
Dalam berdiskusi berikanlah muka kepada orang lain sama seperti diri
kita juga yg tidak ingin dipepetkan dan diinjak.
Jangan berlindung dibalik kemurnian Dharma,
untuk melindungi diri yang tidak benar,
atau pun untuk menyerang orang lain,
apalagi karena kita juga belum berusaha melaksanakannya.
Bagi diri saya, itu sama saja mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
Kita semua adalah praktisi Dharma yang masih tertatih-tatih,
yang penuh dengan kelemahan.
Harusnya kita jujur dengan kelemahan diri pribadi sendiri,
tapi juga empati terhadap kelemahan diri orang lain juga.
Oleh karena itu, janganlah semena-mena menghakimi orang lain menurut
ukuran diri kita sendiri.
Berikanlah ruang bagi mereka untuk bisa mendapatkan harga diri yang sehat
Itu adalah sebuah dana dari mereka yang berbajik hati,
guna menyemangati mereka yang masih jatuh bangun dalam berjalan,
untuk senantiasa bangun dan tegak kembali dari keterjatuhannya.
Disinilah arti sebuah care.
Arti sebuah persahabatan.
__________________
0 comments:
Post a Comment