Nãlãgirim gajavaram atimatta bhutam
Dãvaggi cakka masaniva sudãrunantam
Mettambuseka vidhinã jitavã munindo
Tan tejasã bhavatu te jayamangalãni
Nalagiri gajah mulia menjadi sangat gila
Sangat kejam bagaikan hutan terbakar, bagai senjata roda atau halilintar
Raja para Bijaksana menaklukkannya dengan kemampuan pikiran sakti yang mengagumkan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
Sang Buddha seperti biasa sedang berjalan ke suatu
daerah untuk membabarkan Dhamma kepada umatNya. Beliau
diiringi oleh murid-muridNya, yang penuh cinta kasih dan pengabdian
yang besar kepada Sang Buddha, Sang Guru Agung.
Melihat Sang Buddha yang dicintai oleh murid-muridNya, menyebabkan Devadatta berpikir :
“Adalah suatu kenyataan, bahwa tidak ada satu mahlukpun yang dengan melihat Kesempurnaan Manusia Gotama mampu dan berani untuk menyentuhNya. Tetapi raja gajah Nalagiri adalah binatang yang amat galak dan liar, ia tidak mengetahui kesucian Buddha, Dhamma serta Sangha. Ia akan saya lepaskan untuk menghancurkan Bhikkhu Gotama.”
“Adalah suatu kenyataan, bahwa tidak ada satu mahlukpun yang dengan melihat Kesempurnaan Manusia Gotama mampu dan berani untuk menyentuhNya. Tetapi raja gajah Nalagiri adalah binatang yang amat galak dan liar, ia tidak mengetahui kesucian Buddha, Dhamma serta Sangha. Ia akan saya lepaskan untuk menghancurkan Bhikkhu Gotama.”
Kemudian Devadatta pergi menemui Raja Ajatasattu
dan membicarakan masalah ini. Raja terpengaruh oleh penjelasannya
dan memanggil penjaga gajah, lalu memberi perintah :
“Penjaga, besok kamu harus memberi minuman keras kepada Nalagiri. Dan lepaskanlah Nalagiri di jalan raya saat Bhikkhu Gotama sedang berjalan.”
“Penjaga, besok kamu harus memberi minuman keras kepada Nalagiri. Dan lepaskanlah Nalagiri di jalan raya saat Bhikkhu Gotama sedang berjalan.”
Devadatta bertanya kepada penjaga itu berapa
banyak air yang biasa diberikan kepada gajah itu, penjaga itu
menjawab :
“Delapan guci.”
“Delapan guci.”
Devadatta lalu berkata :
“Besok, berikan kepada Nalagiri enam belas guci minuman keras dan lepaskan dia ke arah jalan raya yang akan dilalui oleh Bhikkhu Gotama.”
“Besok, berikan kepada Nalagiri enam belas guci minuman keras dan lepaskan dia ke arah jalan raya yang akan dilalui oleh Bhikkhu Gotama.”
“Baiklah,” jawab penjaga itu.
Raja lalu menabuh tambur di seluruh kota dan mengumumkan :
“Besok gajah Nalagiri akan menjadi mabuk karena minum minuman keras dan akan dilepas ke dalam kota. Penduduk di kota ini dapat melakukan semua pekerjaannya hanya pada pagi hari, sesudah itu tidak boleh ada satu orangpun yang berada di jalan raya.”
“Besok gajah Nalagiri akan menjadi mabuk karena minum minuman keras dan akan dilepas ke dalam kota. Penduduk di kota ini dapat melakukan semua pekerjaannya hanya pada pagi hari, sesudah itu tidak boleh ada satu orangpun yang berada di jalan raya.”
Devadatta lalu turun dari istana dan mendatangi
kandang gajah Nalagiri, ia mendekati penjaga gajah itu dan berkata
:
“Saya katakan kepadamu, kita mampu untuk menghancurkan seseorang dari posisinya yang tinggi ke posisi yang rendah. Dan menaikkan posisi seseorang yang rendah menjadi posisi yang tinggi. Kalau kamu menginginkan kehormatan, besok pagi-pagi sekali, berikan Nalagiri enam belas guci minuman keras dan ketika Bhikkhu Gotama melewati jalan itu, lukailah gajah itu dengan tongkat berduri. Karena gajah yang kesakitan itu akan marah, ia akan menerobos kandangnya dan berlari keluar, arahkanlah ia ke jalan raya di mana Bhikkhu Gotama sedang berjalan. Maka gajah itu akan menghancurkanNya.”
“Saya katakan kepadamu, kita mampu untuk menghancurkan seseorang dari posisinya yang tinggi ke posisi yang rendah. Dan menaikkan posisi seseorang yang rendah menjadi posisi yang tinggi. Kalau kamu menginginkan kehormatan, besok pagi-pagi sekali, berikan Nalagiri enam belas guci minuman keras dan ketika Bhikkhu Gotama melewati jalan itu, lukailah gajah itu dengan tongkat berduri. Karena gajah yang kesakitan itu akan marah, ia akan menerobos kandangnya dan berlari keluar, arahkanlah ia ke jalan raya di mana Bhikkhu Gotama sedang berjalan. Maka gajah itu akan menghancurkanNya.”
Keduanya setuju dengan rencana seperti itu. Berita
ini bergema ke seluruh kota. Pengikut Sang Buddha mendengar
berita ini amat khawatir, lalu mendatangi Vihara dan meminta
Sang Buddha untuk tidak masuk ke kota esok hari, karena
ada bahaya besar yang menghadang Beliau. Mereka
berjanji akan membawakan semua kebutuhan yang
diperlukan oleh Sang Guru beserta murid-muridNya.
Tatapi Sang Buddha menyatakan tetap akan menjalankan tugasNya
seperti biasa. Para pengikutNya melihat bahwa mereka tidak akan
merubah rencana Sang Guru Agung akhirnya mereka
meninggalkan Vihara dengan perasaan amat khawatir.
Setelah mereka pergi, Sang Buddha merenungkan
semua keluargaNya yang sudah mengerti akan Kebenaran.
Beliau juga melihat apabila Nalagiri berhasil ditaklukkanNya,
maka delapan puluh ribu mahluk akan mendapatkan pengertian
yang jelas tentang Dhamma Yang Mulia.
Keesokan paginya, Beliau memanggil Ananda, dan
berkata untuk memberitahukan kepada para bhikkhu di delapan
belas vihara yang berada di sekitar Rajagaha untuk menyertaiNya
masuk ke kota. Bhikkhu Ananda melaksanakan apa yang
diminta oleh Sang Guru, dan semua bhikkhu berkumpul
di Vihara Veluvana.
Sang Buddha dengan disertai oleh semua murid-muridNya,
berjalan memasuki Rajagaha. Penjaga gajah itu bekerja sesuai
dengan instruksi Devadatta dan banyak orang berkerumun di
sekitar jalan raya. Para pengikut Sang Buddha
berpikir :
“Hari ini mungkin akan terjadi pertempuran antara Sang Guru Agung dan gajah liar itu. Kami akan menyaksikan kekalahan gajah Nalagiri dari Sang Buddha yang tiada bandingannya.”
“Hari ini mungkin akan terjadi pertempuran antara Sang Guru Agung dan gajah liar itu. Kami akan menyaksikan kekalahan gajah Nalagiri dari Sang Buddha yang tiada bandingannya.”
Penduduk lalu menaiki atap-atap rumah, gudang-gudang yang ada di sekitar jalan raya itu.
Tetapi ada pula pertapa lain yang berpikir :
“Nalagiri adalah gajah yang amat galak, binatang liar dan tidak mengetahui kebaikan dan cinta kasih yang besar dari seorang Buddha. Hari ini ia akan menghancurkan tubuh Bhikkhu Gotama dan Beliau akan meninggal. Hari ini kami akan melihat apa yang terjadi denganNya.”
“Nalagiri adalah gajah yang amat galak, binatang liar dan tidak mengetahui kebaikan dan cinta kasih yang besar dari seorang Buddha. Hari ini ia akan menghancurkan tubuh Bhikkhu Gotama dan Beliau akan meninggal. Hari ini kami akan melihat apa yang terjadi denganNya.”
Para pertapa lalu berdiri di atas sebuah gudang
dan di tempat-tempat yang tinggi. Gajah Nalagiri melihat Yang
Maha Sempurna berjalan menghampirinya, penduduk yang ada di
sana amat ngeri melihat gajah tersebut. Gajah yang amat
kesakitan itu berlari dengan liarnya, ia
menghancurkan pagar rumah-rumah dan mengangkat
belalainya tinggi-tinggi, serta menginjak-injak
kereta menjadi hancur berantakan. Dengan kuping dan ekornya
yang terangkat, ia berlari dengan kencangnya seperti gunung
yang tinggi menghampiri Yang Maha Sempurna.
Para bhikkhu yang melihat gajah Nalagiri berlari mendatangi Sang Buddha, memberitahu Sang Guru Agung :
“Yang Mulia, gajah Nalagiri berlari di sepanjang jalan ini, ia adalah binatang yang amat galak dan liar, ia pembunuh manusia. Kami mohon Yang Mulia balik kembali.”
“Yang Mulia, gajah Nalagiri berlari di sepanjang jalan ini, ia adalah binatang yang amat galak dan liar, ia pembunuh manusia. Kami mohon Yang Mulia balik kembali.”
“O….Para Bhikkhu datanglah ke sini, jangan takut;
tidak ada satu mahlukpun yang dapat menghancurkan
Sang Tathagata dengan suatu serangan. Tathagata mencapai Parinibbana
bukan karena suatu serangan.”
Para bhikkhu, tetap memperingatkan Sang Guru
sampai tiga kali. Yang Mulia Sariputta lalu meminta Sang Buddha
dengan berkata :
“Yang Mulia, apabila ada satu persembahan yang harus diberikan kepada seorang ayah, maka beban itu terletak pada anak sulungnya. Saya akan mengalahkan binatang ini.”
“Yang Mulia, apabila ada satu persembahan yang harus diberikan kepada seorang ayah, maka beban itu terletak pada anak sulungnya. Saya akan mengalahkan binatang ini.”
Sang Buddha lalu berkata :
“Sariputta, kekuatan seorang Buddha adalah satu hal dan pengikutnya adalah hal yang lain.”
“Sariputta, kekuatan seorang Buddha adalah satu hal dan pengikutnya adalah hal yang lain.”
Beliau menolak tawaran itu, dan berkata :
“Sariputta, tetaplah tinggal di sini.”
“Sariputta, tetaplah tinggal di sini.”
Para bhikkhu lainnya juga meminta ijin untuk
mengalahkan gajah liar itu, tetapi Sang Guru menolak permintaan
mereka. Kemudian Yang Mulia Ananda, pembantu Sang Buddha yang
mempunyai pengaruh besar terhadap Sang Buddha, tidak
mampu bersikap diam dalam menghadapi masalah ini, ia
lalu berteriak :
“Biarkan gajah itu membunuh saya terlebih dahulu.”
“Biarkan gajah itu membunuh saya terlebih dahulu.”
Yang Mulia Ananda berdiri di depan Sang Buddha,
siap untuk mengorbankan hidupnya untuk Sang Tathagata. Tetapi
Sang Buddha berkata kepadanya :
“Bergeserlah Ananda, jangan berdiri di hadapanKu.”
“Bergeserlah Ananda, jangan berdiri di hadapanKu.”
Yang Mulia Ananda berkata :
“Yang Mulia, gajah ini amat galak dan liar, ia dapat membunuh orang, seperti nyala api pada permulaan suatu lingkaran. Biarkanlah ia membunuh saya terlebih dahulu dan sesudah itu ia baru dapat menghampiri Yang Mulia.”
“Yang Mulia, gajah ini amat galak dan liar, ia dapat membunuh orang, seperti nyala api pada permulaan suatu lingkaran. Biarkanlah ia membunuh saya terlebih dahulu dan sesudah itu ia baru dapat menghampiri Yang Mulia.”
Yang Mulia Ananda memohon tiga kali, dan Beliau
tetap berdiri di depan Sang Tathagata, Beliau tidak mau mundur.
Kemudian Sang Buddha dengan kekuatan kesaktianNya membuat
Yang Mulia Ananda berada di belakang Beliau dan
menempatkanNya di tengah-tengah para bhikkhu yang
tengah berkerumun.
Pada waktu itu ada seorang ibu, terlihat oleh
pandangan gajah Nalagiri, ibu itu amat ketakutan, ia ingin berlari
karena ketakutan, tetapi anaknya terjatuh ketika ia ingin
menggendong anak itu di pinggangnya. Posisinya berada
di antara Sang Tathagata dan gajah Nalagiri, ibu itu
berusaha berlari. Gajah itu mengejar ibu tersebut,
ibu tersebut terpaku berdiri di tempatnya dengan amat
ketakutan bersama anaknya yang menjerit sekeras-kerasnya.
Hati Sang Buddha bergetar, dengan penuh cinta
kasih yang terpancar dengan kuatnya (odissakametta) dan dengan
suaraNya yang penuh kelembutan seperti suara Dewa Brahma,
memanggil Nalagiri :
“Ho..! Nalagiri…! Siapa yang mebuatmu menjadi gila dengan enam belas guci minuman keras, kamu tidak diperintahkan untuk menyerang orang lain, tetapi diarahkan untuk menyerangKu. Jangan keluarkan kekuatanmu dengan merusak tanpa tujuan, datanglah kepadaku.”
“Ho..! Nalagiri…! Siapa yang mebuatmu menjadi gila dengan enam belas guci minuman keras, kamu tidak diperintahkan untuk menyerang orang lain, tetapi diarahkan untuk menyerangKu. Jangan keluarkan kekuatanmu dengan merusak tanpa tujuan, datanglah kepadaku.”
Mendengar suara Sang Buddha, Nalagiri membuka
matanya dan melihat tubuh Sang Buddha yang bersinar terang.
Ia menjadi gelisah dan dengan kekuatan cinta kasih Sang Buddha
yang amat besar, maka pengaruh minuman keras yang amat
kuat itu hilang. Dengan menurunkan belalainya dan
mengoyang-goyangkan kupingnya ia mendatangi dan
berlutut di kaki Sang Tathagata. Kemudian Sang
Tathagata berkata :
“Nalagiri, kamu adalah gajah jahat, Aku adalah Gajah Buddha, tidak jahat dan liar, tidak membunuh manusia, tetap mengembangkan cinta kasih.”
“Nalagiri, kamu adalah gajah jahat, Aku adalah Gajah Buddha, tidak jahat dan liar, tidak membunuh manusia, tetap mengembangkan cinta kasih.”
Sambil berkata demikian Sang Tathagata lalu
mengulurkan tangan kananNya dan mengelus-elus kepala gajah itu
dan mengajarkan Dhamma kepadanya dengan bersabda :
“Jangan menyerang Sang Buddha, O, gajah..! Dengan pikiran akan melukaiNya, akan membuatmu menderita. Pembunuh seorang Buddha tidak akan memperoleh alam kehidupan yang baik setelah kematiannya.”
“Jangan menyerang Sang Buddha, O, gajah..! Dengan pikiran akan melukaiNya, akan membuatmu menderita. Pembunuh seorang Buddha tidak akan memperoleh alam kehidupan yang baik setelah kematiannya.”
“Bebaskanlah dirimu dari mabuk-mabukkan dan
melakukan perbuatan bodoh. Karena orang yang bodoh tidak
akan dapat pergi ke alam yang baik. Kamu harus melakukan perbuatan
baik sehingga kamu dapat menuju ke alam bahagia.”
Seluruh badan gajah itu bergetar karena diliputi
oleh kebahagiaan yang amat besar, dan ia sekarang bukan hanya
binatang berkaki empat biasa lagi, tetapi ia telah mencapai
Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna).
Penduduk yang melihat keajaiban ini berseru dengan
gembira dan bertepuk tangan dengan riang. Dengan penuh
kebahagiaan, mereka menutupi badan gajah itu dengan hiasan-hiasan.
Kemudian Nalagiri terkenal dengan nama Dhanapalaka
(pemilik kekayaan) dan ia menjadi amat jinak dan
tidak menyakiti siapapun.
Setelah Sang Buddha memperlihatkan keajaiban ini,
Beliau berpikir adalah tidak patut untuk mencari dana
di tempat yang sama. Sesudah mengalahkan para pertapa tersebut,
dengan diiringi oleh murid-muridNya, Beliau melangkah menuju
ke kota seperti orang yang telah memenangkan suatu
pertempuran dan pulang kembali ke Vihara Jetavana.
Para penduduk menuju Vihara Jetavana, berdana makanan
berupa nasi, minuman dan makanan enak lainnya kepada
Sang Guru Agung beserta murid-muridNya. Penduduk
kota itu telah menanam kebajikan yang besar sekali.
Sumber: samaggi-phala.or.id
0 comments:
Post a Comment