Hingga saat ini, masih banyak orang yang memiliki pandangan salah bahwa agama Buddha menyembah patung. Padahal patung hanya sebagai simbol yang mewakili sosok Hyang Buddha. Patung adalah satu produk budaya Buddhis untuk menghormat kepada Hyang Buddha. Dan celakanya, orang sering mencampuradukan antara agama dan budaya. Maka terjadilah salah persepsi dalam penggunaan patung.
Patung Buddha sendiri bukanlah produk asli dari India, tempat kelahiran agama Buddha, melainkan hasil perpaduan antara budaya klasik Yunani dengan agama Buddha yang berkembang selama hampir 1000 tahun ketika India di kuasai oleh Yunani di bawah pemerintahan Alexander Agung pada abad ke-4 S.M.
Seni Buddha-Yunani memiliki ciri khas realisme idealistik seni Yunani Helenis dan perwujudan pertama Hyang Buddha dalam bentuk manusia, yang telah membantu membentuk kanon seni dan terutama teknik perpatungan Buddha di seluruh benua Asia sampai sekarang.
Interaksi antara budaya Yunani dan Buddha berkembang di daerah Gandhara, yang sekarang terletak di Pakistan bagian utara, sebelum menyebar lebih lanjut ke India, memperngaruhi kesenian Mathura, dan kemudian kesenian Buddha kekaisaran Gupta, yang juga menyebar ke Asia Tenggara.
Pengaruh seni Buddha-Yunani juga menyebar ke utara menuju Asia Tengah, dan dengan kuat membentuk kesenian dataran rendah Tamin di pintu gerbang ke Cina, dan akhirnya pengaruhnya mencapai Cina, Korea, dan Jepang.
Seni Buddha-Yunani menggambarkan kehidupan Hyang Buddha dalam sebuah cara visual, kemungkinan besar dengan menggunakan model-model realistic dan konsep-konsep yang bisa dicapai para seniman pada masa itu.
Para Boddhisattva digambarkan sebagai bangsawan India yang memakai perhiasan dan telanjang dada. Sementara para Buddha digambarkan seperti raja-raja Yunani yang memakai busana mirip toga.
Gaya seni Buddha-Yunani mulai dari sangat halus dan realistic, seperti nampak pada patung-patung Buddha yang berdiri. Kemudian gaya ini kehilangan realism kelas tinggi untuk kemudian menjadi semakin simbolis dan dekoratif pada abad-abad yang mendatang.
Kurang lebih antara abad pertama S.M. hingga abad pertama, perwujudan Buddha dalam perwujudan manusiawi pertama kali dikembangkan. Inovasi ini yang sebenarnya dilarang ajaran Buddha, langsung meraih kecanggihan kualitas tinggi dari bentuk seni perpatungan. Gaya ini diilhami gaya seni pemahatan patung yang berasal dari Yunani Helenstik.
Banyak unsur dalam menggambarkan Buddha merujuk kepada pengaruh Yunani: toga model Yunani, pose contrapposto Buddha dengan rambut keriting gaya Laut Tengah dan sanggul atas yang nampaknya diambil dari gaya Belvedere Apollo (330SM), dan ciri rupa-rupa wajah-wajah, semua dibuat menggunakan realism artistik yang kuat. Itulah mengapa jika kita lihat patung Hyang Buddha sebagian besar memiliki rambut keriting.
Sang raja Baktria-Yunani, Demetrius I (205-171 S.M) sendiri, kemungkinan besar adalah model citra Hyang Buddha. Baliau adalah raja dan penyelamat India. Demetrius disebut sebagai Dharmamitra (Mitra Dharma) dalam teks India, Yuga-Purana.
Sebagian besar karya-karya seni dari Baktria dirusak mulai abad ke-5. Orang-orang Buddha sering dituduh sebagai penyembah berhala sehingga symbol-simbol keagamaan dirusak. Pengerusakan ini berlanjut sampai era modern pada masa Perang Afganistan dan terutama dilakukan oleh rezim Taliban pada tahun 2001. Kasus paling dikenal adalah penghancuran patung Buddha Bamiyan. Secara ironis karya-karya seni Afganistan yang terselamatkan justru terjadi pada era colonial dan dikeluarkan dari Negara ini. Terutama, sebuah koleksi yang cukup kaya dipamerkan di Musee Guimet di Perancis.
Di Jepang, kesenian Buddha mulai berkembang setelah Negara ini memeluk agama Buddha pada tahun 548. Beberapa ubin dari periode Asuka, periode pertama setelah rakyat jepang mulai memeliuk agama Buddha, menunjukan gaya klasik yang menonjol, dengan penggunaan pakaian gaya Helenistik secara meluas dan pelukisan anatomi tubuh secara realistik, yang merupakan cirri khas gaya seni Buddha-Yunani.
Karya seni lainnya menggunakan beberapa variasi pengaruh Cina dan Korea, sehingga seorang pemeluk Buddha Jepang sangat bervariasi dalam berekspresi. Banyak unsure seni Buddha-Yunani masih lestari sampai sekarang, seperti Herakles yang berada dibelakang penjaga Nio di depan banyak kuil-kuil Buddha Jepang, atau representasi Hyang Buddha yang masih memperlihatkan gaya seni Yunani seperti patung Buddha di Kamakura.
Kebudayaan India terbukti sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan Asia Tenggara. Banyak Negara mengambil aksara India dan budayanya, bersamaan dengan agama Hindu dan Buddha Mahayana. Pengaruh seni Buddha-Yunani masih nampak pada kebanyakan pelukisan Buddha di Asia Tenggara, meski mereka biasanya cenderung berbaur dengan kesenian Hindu-India dan kemudian mengambil unsur-unsur local. Itulah mengapa patung Buddha di Borobudur berbeda dengan patung Buddha dari Thailand yang memakai mahkota. (Wikipedia)
0 comments:
Post a Comment