Damai? Sepertinya hal ini sudah sangat sulit ditemukan, sangat sulit diciptakan, dan sangat sulit dirasakan di jaman serba teknologi ini. Mengapa? Mungkin hal ini disebabkan karena manusia jaman sekarang ini selalu ingin menjadi si ter-… (ternama, terkenal, terbaik, terutama, tercantik, terpintar, terpenting, ter-... dan ter-..., ter-..., lainnya). Sehingga, untuk mewujudkan impiannya, segala cara dihalalkan atau dengan kata lain, rasa damai itu hilang. Mungkinkah sang ”Ego” sedang berkuasa di abad ini? Atau mungkin sang ”Aku” selalu membungkus pikiran-pikiran manusia yang ada di zaman milenium ini?
Lihat saja, dimana-mana terjadi perselisihan, pertengkaran, kesalahpahaman, kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan. Gejala-gejala ini sangat mudah kita temui. Sangat mudah kita dengar dan sangat mudah kita rasakan. Tak perlu jauh-jauh mendengarnya dari daerah sempit, ataupun ke Palangkaraya, bila kita mau jujur, justru hal-hal seperti disebutkan di atas ada pada diri kita sendiri, dan ini disebabkan karena adanya kemelekatan akan sang ”Ego” dan sang ”Aku” yang bercokol pada pikiran kita.
Lihat saja, dimana-mana terjadi perselisihan, pertengkaran, kesalahpahaman, kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan. Gejala-gejala ini sangat mudah kita temui. Sangat mudah kita dengar dan sangat mudah kita rasakan. Tak perlu jauh-jauh mendengarnya dari daerah sempit, ataupun ke Palangkaraya, bila kita mau jujur, justru hal-hal seperti disebutkan di atas ada pada diri kita sendiri, dan ini disebabkan karena adanya kemelekatan akan sang ”Ego” dan sang ”Aku” yang bercokol pada pikiran kita.
Memang terlahir seagai manusia, kita tidak bisa memungkiri sang ”Ego” dan sang ’Aku” ini tidak dapat kita lepaskan 100%. Dari perjalanan untuk menjadi manusia ditinjau dari ilmu biologi, bahwa berjuta-juta sel sperma berusaha bertemu dengan ovum (sel telur) untuk menjadi embrio, ternyata hanya satu atau dua yang bisa menjadi pemenang. Begitu juga sifat manusia, karena kemelekatannya, dia berjuang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa memperdulikan penderitaan orang lain.
Sebagai seorang individu yang beragama, kita harus menyadari tidak semua aspek kehidupan dapat kiata raih dengan sukses, jika sudah berhasil di dalam satu bidang, tekunilah bidang tersebut sampai tuntas, jangan berpaling kebidang lain dan merampas apa yang seharusnya dimiliki oleh orang lain.
Keadaan dunia tidak akan selalu seperti yang kita harapkan, kekuatan alam seperti sinar matahari, hujan, angin dan sinar bulan berguna dan menyenangkan bagi banyak orang tetapi terkadang dapat menjadi gangguan bagi yang lain.
Dengan tidak merampas hak milik orang lain, permasalahan dan perselisihan tidak akan muncul. Ingat, kita harus membayar mahal akan kekacauan yang ada. Kalaupun ada perselisihan gunakan kesabaran dan pengendalian.
Pepatah cina mengatakan:
” Jika anda memiliki masalah yang besar, cobalah untuk menguranginya hingga menjadi masalah yang kecil. Jika anda mempunyai masalah yang kecil,cobalah untuk menguranginya menjadi tidak ada masalah”.
Dengan melakukan hal-hal tersebut maka masalah-masalah dapat kita tenggelamkan, niscaya kedamaian pun mudah kita ciptakan, mudah kita nikmati dan mudah kita temukan dimanapun kita berada.
” Orang yang penuh semangat, selalu sadar, bajik dan bijaksana dalam perbuatan, mampu mengendalikan diri, hidup sesuai dengan Dharma dan selalu waspada, maka kebahagiannya akan bertambah”.
(Appamada Vagga 4.24)
SANG BUDDHA SEBAGAI PEMBUAT PERDAMAIAN
Dikatakan bahwa orang-orang Sakya dan Koliya membendung air sungai Rohini diantara Kapilavatthu dan Koliya dan mengolah ladang-ladang di kedua tepi sungai itu. Pada bulan Jetthamula, hasil panen mulai menjadi layu, dan para buruh yang dipekerjakan oleh kedua kota itu berkumpul. Orang-orang Koliya berkata, ”Apabila air dialirkan untuk kedua belah sisi sungai, tidak akan mencukupi untuk kedua belah pihak. Karena hasil panen kami hanya akan masak dengan tanpa membagi air itu, biarlah kami memiliki air tersebut.” Tetapi orang-orang Sakya menjawab, ”Setelah lumbung kalian penuh, kami tidak mau menukarkan barang-barang berharga kami dan dengan keranjang dan tas-tas di tangan, pergi dari pintu ke pintu, mengemis dari kalian. Hasil panen kami hanya akan masak dengan tanpa membagi air itu, maka biarlah kami memiliki air tersebut.”
”Kami tidak akan menyerahkannya kepada kalian.”
”Dan kami pun tidak akan membiarkan kalian memilikinya.”
Pembicaraan semakin sengit, seorang memukul yang lain, pukulan dibalas, perkelahian pun pecah, dan ketika mereka berkelahi, mereka melontarkan caci maki terhadap asal-usul masing-masing. Para pekerja Koliya berkata, ”Bawalah anak-anak kalian dan kembalilah ke tempat asal kalian. Bagaimana kami dapat dicelakakan oleh gajah-gajah, kuda-kuda, perisai-perisai, dan senjata-senjata dari orang-orang yang seperti anjing dan serigala hidup sebagai suami istri dengan saudara-saudara perempuan mereka?”
Para pekerja Sakya, ”Kalian penderita kusta bawalah anak-anak kalian dan kembalilah ke tempat asal kalian. Bagaiman kami dapat dicelakakan oleh gajah-gajah, kuda-kuda, perisai-perisai, dan senjata-senjata dari orang-orang buangan melarat yang hidup di atas pohon seperti binatang.
”Kedua kelompok itu masing-masing pulang dan melaporkan pertikaian itu kepada para menteri yang bertugas yanmg selanjutnya melaporkan pada rajanya. Orang-orang Sakya mempersiapkan diri untuk bertempur sambil berkata,”Kami akan memperlihatkan kekuatan dan kemampuan dari orang-orang yang telah hidup sebagai suami istri dengan saudara-saudara perempuan mereka.” Orang-orang Koliya mempersiapkan diri untuk bertempur sambil berkata,”Kami akan memperlihatkan kekuatan dan kemampuan dari orang-orang yang tinggal di atas pohon.”
Ketika Sang Bhagava memandang ke dunia pada dini hari, Beliau melihat sanak saudaranya berkumpul dan duduk bersila, melayang di atas sungai Rohini. Ketika melihat Beliau, mereka membuang senjata dan bersujud kepada Beliau. Lalu Sang Bhagava berkata, ”Apa yang dipertengkarkan, Raja yang agung?”
”Kami tidak mengetahui apa-apa, Bhante!”
” Jika anda memiliki masalah yang besar, cobalah untuk menguranginya hingga menjadi masalah yang kecil. Jika anda mempunyai masalah yang kecil,cobalah untuk menguranginya menjadi tidak ada masalah”.
Dengan melakukan hal-hal tersebut maka masalah-masalah dapat kita tenggelamkan, niscaya kedamaian pun mudah kita ciptakan, mudah kita nikmati dan mudah kita temukan dimanapun kita berada.
” Orang yang penuh semangat, selalu sadar, bajik dan bijaksana dalam perbuatan, mampu mengendalikan diri, hidup sesuai dengan Dharma dan selalu waspada, maka kebahagiannya akan bertambah”.
(Appamada Vagga 4.24)
SANG BUDDHA SEBAGAI PEMBUAT PERDAMAIAN
Dikatakan bahwa orang-orang Sakya dan Koliya membendung air sungai Rohini diantara Kapilavatthu dan Koliya dan mengolah ladang-ladang di kedua tepi sungai itu. Pada bulan Jetthamula, hasil panen mulai menjadi layu, dan para buruh yang dipekerjakan oleh kedua kota itu berkumpul. Orang-orang Koliya berkata, ”Apabila air dialirkan untuk kedua belah sisi sungai, tidak akan mencukupi untuk kedua belah pihak. Karena hasil panen kami hanya akan masak dengan tanpa membagi air itu, biarlah kami memiliki air tersebut.” Tetapi orang-orang Sakya menjawab, ”Setelah lumbung kalian penuh, kami tidak mau menukarkan barang-barang berharga kami dan dengan keranjang dan tas-tas di tangan, pergi dari pintu ke pintu, mengemis dari kalian. Hasil panen kami hanya akan masak dengan tanpa membagi air itu, maka biarlah kami memiliki air tersebut.”
”Kami tidak akan menyerahkannya kepada kalian.”
”Dan kami pun tidak akan membiarkan kalian memilikinya.”
Pembicaraan semakin sengit, seorang memukul yang lain, pukulan dibalas, perkelahian pun pecah, dan ketika mereka berkelahi, mereka melontarkan caci maki terhadap asal-usul masing-masing. Para pekerja Koliya berkata, ”Bawalah anak-anak kalian dan kembalilah ke tempat asal kalian. Bagaimana kami dapat dicelakakan oleh gajah-gajah, kuda-kuda, perisai-perisai, dan senjata-senjata dari orang-orang yang seperti anjing dan serigala hidup sebagai suami istri dengan saudara-saudara perempuan mereka?”
Para pekerja Sakya, ”Kalian penderita kusta bawalah anak-anak kalian dan kembalilah ke tempat asal kalian. Bagaiman kami dapat dicelakakan oleh gajah-gajah, kuda-kuda, perisai-perisai, dan senjata-senjata dari orang-orang buangan melarat yang hidup di atas pohon seperti binatang.
”Kedua kelompok itu masing-masing pulang dan melaporkan pertikaian itu kepada para menteri yang bertugas yanmg selanjutnya melaporkan pada rajanya. Orang-orang Sakya mempersiapkan diri untuk bertempur sambil berkata,”Kami akan memperlihatkan kekuatan dan kemampuan dari orang-orang yang telah hidup sebagai suami istri dengan saudara-saudara perempuan mereka.” Orang-orang Koliya mempersiapkan diri untuk bertempur sambil berkata,”Kami akan memperlihatkan kekuatan dan kemampuan dari orang-orang yang tinggal di atas pohon.”
Ketika Sang Bhagava memandang ke dunia pada dini hari, Beliau melihat sanak saudaranya berkumpul dan duduk bersila, melayang di atas sungai Rohini. Ketika melihat Beliau, mereka membuang senjata dan bersujud kepada Beliau. Lalu Sang Bhagava berkata, ”Apa yang dipertengkarkan, Raja yang agung?”
”Kami tidak mengetahui apa-apa, Bhante!”
”Lalu siapa yang mengetahui?”
”Panglima angkatan bersenjata yang mengetahui.”
Ketika ditanya panglima mengemukakan bahwa Raja Muda mungkin mengetahuinya. Maka Sang Bhagava bertanya kepada mereka satu per satu dan tak seorang pun diantara mereka yang mengetahui penyebab pertikaian, sampai para buruh ditanyai, mereka menjawab, ”Kami bertikai mengenai air.”
Lalu Sang Bhagava berkata kepada raja, ”Berapakah nilai air, raja yang agung?”
”Sangat kecil, Bhante.”
”Berapakah nilai seorang serdadu?”
”Seorang serdadu Bhante, adalah tak ternilai harganya.”
Lalu Sang Bhagava berkata, ”tidaklah benar bahwa demi sedikit air, kalian harus membunuh para serdadu yang tak ternilai harganya.”
Mereka semua terdiam, ”Para raja yang agung, mengapa kalian bertindak demikian? Jika aku tak berada di sini hari ini, kalian akan menyebabkan sebuah sungai darah mengalir. Tindakan kalian tidak berfaedah. Kalian hidup dalam kebencian, menyerahkan diri pada lima jenis kebencian. Aku hidup dengan penuh cinta kasih. Kalian menderita karena nafsu. Aku hidup bebas dari penderitaan. Kalian hidup dengan mengejar lima jenis kesenangan indera. Aku hidup dengan kepuasan hati.”
Sumber: http://www.bodhidharma.or.id/renungan-bodhi/39-renungan-bodhi/135-awal-dari-kebahagian.html
”Panglima angkatan bersenjata yang mengetahui.”
Ketika ditanya panglima mengemukakan bahwa Raja Muda mungkin mengetahuinya. Maka Sang Bhagava bertanya kepada mereka satu per satu dan tak seorang pun diantara mereka yang mengetahui penyebab pertikaian, sampai para buruh ditanyai, mereka menjawab, ”Kami bertikai mengenai air.”
Lalu Sang Bhagava berkata kepada raja, ”Berapakah nilai air, raja yang agung?”
”Sangat kecil, Bhante.”
”Berapakah nilai seorang serdadu?”
”Seorang serdadu Bhante, adalah tak ternilai harganya.”
Lalu Sang Bhagava berkata, ”tidaklah benar bahwa demi sedikit air, kalian harus membunuh para serdadu yang tak ternilai harganya.”
Mereka semua terdiam, ”Para raja yang agung, mengapa kalian bertindak demikian? Jika aku tak berada di sini hari ini, kalian akan menyebabkan sebuah sungai darah mengalir. Tindakan kalian tidak berfaedah. Kalian hidup dalam kebencian, menyerahkan diri pada lima jenis kebencian. Aku hidup dengan penuh cinta kasih. Kalian menderita karena nafsu. Aku hidup bebas dari penderitaan. Kalian hidup dengan mengejar lima jenis kesenangan indera. Aku hidup dengan kepuasan hati.”
Sumber: http://www.bodhidharma.or.id/renungan-bodhi/39-renungan-bodhi/135-awal-dari-kebahagian.html
0 comments:
Post a Comment