Ketika saya membaca buku yang berisikan, kata Renungan dari Master Cheng Yen (Pendiri Yayasan Budha Tzu Chi), disana beliau memberi petuah bahwa “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan”, yaitu : pertama, Berbakti pada Orang tua dan kedua adalah Melakukan kebajikan. Saya jadi teringat, tentang Kisah Cinta seorang Ibu buat anaknya.
Nah, para pembaca penasaran ingin tahu ceritanya, yuk disimak :
Ini terjadi di sebuah desa disuatu negeri, dimana ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya ini mempunyai tabiat yang sangat buruk. Kelakuan anaknya ini suka mencuri, berjudi, mabuk-mabukan dan banyak lagi perbuatan tercela lainnya.
Si Ibu ini jadi sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Namun dirinya tetap sering berdo’a memohon kepada Tuhan, “Ya, Tuhanku yang Maha Pengasih dan Penyayang, tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya dia tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati.”
Tapi malang, si ibu tetap saja mendapatkan kelakuan anaknya buruk, malah semakin lama, kelakuan si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Saking sudah sangat sering melakukan kejahatan, anaknya ini sampai keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu ketika si anak yang nakal ini kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap basah. Dia di hajar penduduk dan kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan akan dijatuhi hukuman pancung.
Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada sa’at lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu. Beliau menangis meratapi nasib anak yang dikasihinya dan tetap berdo’a, berlutut dan bersujud kepada Tuhan, “Ya, Tuhanku yang Maha pengampun, mohon ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya”, suara parau ibu ini tiada henti emohon kepada-Nya.
Lalu, dengan langkah tertatih-tatih ibu ini mendatangi raja negeri tersebut dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi keputusan raja sudah bulat, demi menegakkan keadilan di negeri tersebut, anaknya harus tetap menjalani hukuman.
Dengan hati yang hancur, ibu itu kembali ke rumah. Tapi ibu ini tetap tak hentinya dia berdo’a supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan sang pencipta.
Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong akan menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya. Si anak yang nakal ini mulai membayangkan, bahwa di matanya kini hadir wajah ibunya yang sudah tua dan tak lelah selalu menasehati dan mendo’akan dirinya agar kembali ke jalan yang benar, dan tanpa terasa ia menangis da mulai menyesali perbuatannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Dia harus tetap menjalani hukuman atas perbuatannya.
Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang. Sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Petugas mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.
Sa’at mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Kucuran darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan sa’at beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah tadi.
Tahukah pembaca apa yang terjadi ?
Ternyata di dalam lonceng itu ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi, dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng.
Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata karena sedih, haru dan sangat iba. Sementara si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan, dan mulai menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.
Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng, memeluk bandul dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.
(Demikianlah cerita yang mengisahkan bagaimana sangat jelas kasih seorang ibu utk anaknya. Betapapun jahat si anak, ibu akan tetap mengasihi sepenuh hidupnya ! ).
Semoga cerita diatas dapat mengingatkan kita, agar kita seantiasa mengasihi orang tua kita, selagi kita masih mampu, karena mereka adalah sumber kasih dan cinta bagi kita di dunia ini. Dan semoga dapat dijadikan bahan renungan utk kita, agar kita selalu mencintai sesuatu yang berharga yang tidak bisa dinilai dengan apapun.
Jadi, mulai sekarang ambillah waktu :
untuk berpikir, karena itu adalah sumber kekuatan.
untuk bermain, karena itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi.
untuk berdoa, karena itu adalah sumber ketenangan.
untuk belajar, karena itu adalah sumber kebijaksana.
untuk mencintai dan dicintai, karena itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
untuk bersahabat, karena itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
untuk tertawa, karena itu adalah musik yang menggetarkan hati.
untuk memberi, karena itu membuat hidup terasa berarti.
untuk bekerja, karena itu adalah nilai keberhasilan.
utk beramal, karena itu adalah kunci utk menuju surga.
Oleh karena itu gunakah waktu sebaik mungkin, karena waktu tidak akan bisa diputar kembali. Semoga Setiap Anak dapat berbakti pada kedua Orang Tuanya dan selalu berbuat Kebajikan.
Semoga mamberikan manfa’at dan inspirasi.
Posted by elindasari in Renungan.
0 comments:
Post a Comment